FisipUPNVJ-Jakarta, 21 November 2025 Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menggelar Kuliah Tamu Mata Kuliah Politik Perburuhan dan Hubungan Industrial yang mengadirkan Wahyu Susilo selaku Direktur Eksekutif Migrant Care sebagai narasumber. Acara Kuliah Tamu dilaksanakan secara daring, pada Jumat 21 November 2025 pukul 09.00 WIB melalui Zoom Meeting. Diskusi berlangsung hangat dan meriah dengan dimoderatori oleh Dr. Ana Sabhana Azmy, M.I.P yang merupakan Dosen Ilmu Politik FISIP UPNVJ.

Dalam ulasannya, Wahyu Susilo menjelaskan sejarah perkembangan migrasi tenaga kerja sejak masa kolonial hingga Indonesia modern. Menariknya, Wahyu menjelaskan bahwa “Sejak masuk ke pasar tenaga kerja internasional, Indonesia memilih sektor pekerja rumah tangga yang semuanya diisi oleh angkatan kerja perempuan dan itu tidak lepas dari peristiwa green revolution.” Lebih lanjut Wahyu menyampaikan bahwa buruh perempuan sering menghadapi kondisi yang tidak ideal seperti bekerja di sektor yang tidak diakui sebagai pekerja formal dan bekerja dalam struktur masyarakat yang patriarkhal, sehingga berdampak pada kekerasan yang terjadi pada buruh migran perempuan.

Kondisi yang tidak ideal itu harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, namun sayangnya pemerintah masih menunjukkan perhatian yang minim pada perlindungan buruh, baik di dalam dan luar negeri. Ulasan Wahyu yang merujuk pada kondisi buruh migran di luar negeri, meski telah ada revisi UU dari tahun sebelumnya di 2004 ke UU 2017 mengenai perlindungan pekerja migran Indonesia, namun implementasi kebijakan perlindungannya masih perlu dibenahi, terutama koordinasi peran pusat-daerah.

Lebih dari 50 mahasiswa ilmu politik yang bergabung dalam agenda zoom terlihat antusias dalam berdiskusi dan beberapa diantaranya bertanya pada narasumber mengenai isu pasar kerja yang belum berpihak pada pelindungan perempuan, baik pasar kerja di dalam dan luar negeri. Beberapa hal yang didiskusikan oleh mahasiswa adalah mengenai pembenahan tata kelola pasar kerja, khususnya ketika pekerja dari Indonesia berangkat ke luar negeri dan menjadi pekerja migran yang banyak diisi oleh perempuan. Selain itu mahasiswa bertanya pula mengenai partisipasi politik pekerja, baik pekerja perempuan yang ada di dalam negeri dalam pembuatan kebijakan.

Sebagai aktifis buruh migran yang aktif melakukan advokasi sejak tahun 1996, Wahyu menjelaskan bahwa peran pemerintah daerah dan pemerintah desa seharusnya bisa lebih besar lagi, terutama dengan kehadiran UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran di Indonesia (PPMI) yang lebih bersifat desentralistik di banding UU sebelumnya. “Belum ada transformasi pengelolaan yang signifikan dari corak sentralisasi menuju desentralisasi urusan penempatan dan perlindungan pekerja migran.” Dengan demikian kita harus terus mengawasi dan memberikan perhatian lebih besar terhadap peran pemerintah daerah dan pemerintah desa agar lebih memperhatikan pekerja migran Indonesia, termasuk kolaborasi perlindungan pusat dan daerah untuk perlindungan pekerja.

Diakhir sessi, Wahyu memutarkan video singkat mengenai bahaya media sosial dalam pola rekrutmen pasar kerja, khususnya pasar kerja global. Pesan moral dari video yang berdurasi 10 menit tersebut adalah agar calon pekerja selalu cek fakta dan melakukan pencarian informasi valid sebelum memutuskan untuk menerima pekerjaan, karena rentan terjebak dalam arus tindak pidana perdagangan orang.

Pada akhir paparannya, Wahyu mengingatkan bahwa “Tata kelola migrasi tenaga kerja yang baik akan meningkatkan pembangunan manusia (Human Development). Namun tata kelola migrasi yang buruk akan mengakibatkan perdagangan manusia (Human Trafficking).”

× Hubungi Kami