FISIP UPNVJ – Pernah mendengar istilah generasi sandwich? Adalah generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu orangtuanya, diri sendiri, dan anaknya. Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich di mana sepotong daging terhimpit oleh 2 buah roti.

Realitas pada generasi sandwich kecenderungan karena kurang adanya kesiapan memiliki tabungan, dan finansial setelah masa pensiun.Orang-orang yang termasuk ke dalam generasi sandwich ini juga biasa disebut tulang punggung keluarga. Orang-orang generasi sandwich memiliki peran ganda, untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya.

Posisi yang berada di antara generasi sebelum dan sesudah ini seperti sandwich atau roti isi yang menghimpit keju, sayur, dan daging. Roti sandwich ini dianalogikan orangtua berada di bagian atas, sementara roti bagian bawah adalah anak. Generasi sandwich berada di tengah, terhimpit di antara orang tua dan anak atau adik atau kakak, yang mengharuskan mereka untuk bertanggung jawab atas dua roti atas dan bawah tersebut. Orang yang masuk ke dalam kategori ini adalah orang dewasa yang berusia 20-54 tahun. Tak hanya menanggung finansial untuk diri sendiri, mereka juga harus menanggung anak-anak hingga orang tua yang sudah lanjut usia. Tak mudah untuk lepas dari generasi sandwich, namun kamu bisa memutus rantai tersebut dengan membekali anak dengan pendidikan finansial hingga menyiapkan dana pensiun.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) melakukan penelitian tentang isu ini dengan tema ”Manajemen Komunikasi Keluarga dalam Literasi Keuangan Pemutus Rantai Generasi Sandwich Lanjutan”. Penelitian ini merupakan salah satu implementasi perhatian pada Sustainable Development Goals (SDGs) pada bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA). Penelitian di lakukan di Desa Krukut, Limo, Depok, bertujuan untuk menginvestigasi keluarga khususnya dalam hal ini Perempuan kepala keluarga (Pekka) yang memiliki peran sebagai pelaku generasi sandwich lanjutan, dan juga terdapat suami yang menjadi pelaku generasi sandwich.

Penelitian ini membahas mengenai konflik peran yang dihadapi oleh generasi sandwich dalam mencapai keberfungsian sosial, dampak yang ditimbulkan serta mengungkap alternatif solusi bagi generasi sandwich dalam memutus rantai generasi sandwich lanjutan. Penelitian dengan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi wawancara dan observasi mendalam. Hasil penelitian diharapkan nantinya dapat memberikan model komunikasi dalam memutus rantai generasi sandwich lanjutan. Diperlukan adanya literasi keuangan bagi generasi sandwich melalui komunikasi yang tepat dalam keluarga untuk memanaj finansial secara berkelanjutan. Pentingnya literasi manajemen komunikasi keuangan diberikan bagi generasi muda dengan praktik yang dapat digunakan pada level individu, keluarga, dan lingkungan masyarakat.

Mengenal Generasi Sandwich

Realitas pengelolaan manajemen dan komunikasi dalam keluarga, tentu tidak terlepas dari komunikasi antarpribadi, yaitu komunikasi antara seluruh anggota keluarga yang dilakukan secara lebih mendalam, agar saling memahami antara anggota keluarga, orangtua yakni ayah dan ibu serta anak-anaknya menjalin hubungan komunikasi antarpribadi dengan sinergitas. Setiap anggota keluarga berperan aktif turut andil dalam memahami manajemen dan komunikasi dalam pengelolaan keuangan keluarga.

Realitas yang ada bahwa generasi sandwich secara tradisional terjadi karena secara langsung dan tanpa disadari bahwa pada usia 40-50 tahun cenderung sudah mapan dan menanggung secara finansial orang tuanya. Mengingat ia sendiri memiliki keluarga yang masih sangat membutuhkan finansial karena anak-anaknya masih kecil dan masih sangat membutuhkan finansial untuk kebutuhan terutama biaya pendidikan.

Generasi sandwich lebih lanjut pada tingkatan generasi sandwich klub. Generasi sandwich ini biasanya sangat rentan terjadi pada usia 30-60 tahun yang terjebak pada kondisi menanggung beban bagi orang tuanya (sudah memiliki cucu) dan atau juga menanggung nenek dan kakeknya yang masih hidup. Kondisi semacam ini terjadi dianggap lebih parah dari realitas generasi sandwich tradisional, karena bebannya bertambah. Tanggung jawab semacam ini tentunya membutuhkan evaluasi dalam hal manajemen keuangan bagi keluarga. Keluarga (khususnya) pasangan suami isteri, semestiny harus lebih mempersiapkan masa pensiun dengan pandai-pandai menabung di masa produktifnya, agar di masa tuanya nanti tidak menjadi beban generasi berikutnya (anak dan cucunya). Point penting keseluruhan dalam komunikasi keluarga, bahwa komunikasi keluarga harus ada ketebukaan, jujur, dan aktif berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang situasi keuangan dan membantu dalam pengelolaan keuangan yang efektif di tengah dinamika pemutus rantai generasi sandwich.

Faktor Pendukung Generasi Sandwich

  1. Kesadaran tentang literasi keuangan

Jika anggota keluarga menyadari pentingnya literasi keuangan dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kehidupan mereka, mereka mungkin lebih cenderung untuk terbuka dan berkomunikasi tentang masalah keuangan.

2. Pendidikan dan pengalaman

Anggota keluarga yang memiliki pendidikan dan pengalaman dalam manajemen keuangan mungkin merasa lebih percaya diri untuk berbicara tentang topik ini dan membantu anggota keluarga lainnya memahami dan mengelola keuangan mereka.

3. Komunikasi terbuka

Keluarga yang menerapkan komunikasi terbuka dan tidak menghakimi cenderung lebih mudah berbicara tentang masalah keuangan, termasuk yang terkait dengan pemutus rantai generasi sandwich.

4. Adanya dukungan social

Lingkungan yang mendukung dan mendorong anggota keluarga untuk saling membantu dalam menghadapi tantangan keuangan dapat menjadi pendukung penting dalam penerapan literasi keuangan.

5. Akses ke sumber daya

Kemudahan akses ke informasi dan sumber daya terkait literasi keuangan, seperti buku, seminar, kelas, atau konsultan keuangan, dapat membantu anggota keluarga untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang topik ini.

Faktor Penghambat Generasi Sandwich

  1. Stigma atau malu

Anggota keluarga mungkin merasa malu atau merasa kurang percaya diri untuk membahas masalah keuangan mereka karena ada stigma di sekitar topik ini atau karena mereka merasa dihakimi oleh anggota keluarga lainnya.

2. Perbedaan nilai dan pola piker

Ketidaksepahaman tentang pentingnya literasi keuangan atau perbedaan nilai-nilai dalam mengelola keuangan dapat menyulitkan komunikasi yang efektif dalam keluarga.

3. Ketidakmampuan komunikasi

Beberapa anggota keluarga mungkin memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan baik tentang masalah keuangan, baik karena bahasa yang digunakan, kurangnya keterampilan komunikasi, atau masalah kesehatan mental.

4.Keterbatasan waktu

Kesibukan dan tuntutan dari pekerjaan dan tanggung jawab lainnya dapat menghalangi waktu yang cukup untuk berkomunikasi tentang literasi keuangan di keluarga.

5. Tegangan emosional

Masalah keuangan dapat menyebabkan tegangan emosional dalam keluarga, dan hal ini dapat menghambat komunikasi yang efektif dan terbuka.

Untuk mengatasi faktor penghambat dan memanfaatkan faktor pendukung, penting untuk membangun kesadaran tentang pentingnya literasi keuangan, menciptakan lingkungan komunikasi yang terbuka dan mendukung, dan menyediakan akses ke sumber daya yang relevan bagi anggota keluarga. Selain itu, dapat membantu untuk menghadapi masalah keuangan dengan kerjasama dan saling mendukung, serta menghargai perbedaan pandangan dan nilai dalam keluarga.

× Hubungi Kami