FisipUPNVJ – Untuk mendukung Indikator Kinerja Utama (IKU) 3 yaitu Dosen Berkegiatan di Luar Kampus. IKU 3 adalah dosen berkegiatan di luar kampus, sehingga aktivitas dosen tidak hanya di dalam kampus sendiri. Melainkan juga di luar kampus seperti mencari pengalaman industri sekaligus mengajar di kampus lain dan Indikator Kinerja Utama (IKU) 5 yaitu Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat. IKU 5 adalah hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat. Yakni terkait hasil riset yang dilakukan sebaiknya memberikan manfaat besar bagi masyarakat di sekitar. Trawas, Jawa Timur, 24 Agustus 2024.
5 Dosen FISIP UPNVJ mengikuti kegiatan tersebut yaitu Dr. Anter Venus, Dr. Drina Intyaswati, Dr. Fitria Ayuningtyas, Dra. Siti Maryam, M.Si, Windhi Tia Saputra, M.Si., Dr. Damayanti, Yuliani Widianingsih, M.Si, Dra. Hermina Manihuruk, M.Si., Dr. Ana Kuswati. Adapun kegiatan International Conference yang diadakan oleh Universitas Petra ini bertemakan tentang Critical Vision: Mediatizing Populism and Authoritarianism yang diadakan pada hari Kamis sd Sabtu tanggal 22-24 Agustus 2024 di Hotel Grand Whiz Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Kegiatan ini diikuti lebih dari 100 peserta dari berbagai universitas baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun acara tersebut mendatang pembicara dari berbagai universitas di dunia seperti:
Dr. Dag Yngvesson (Malaysia), Dr. Annisa R. Beta (Australia), Gatut Priyowidodo, Ph.D. (Indonesia), Dr. Marissa Chantamas (Thailand), Karl Ian Uy Cheng Chua, Ph.D. (Filipina), S.M. Gietty Tambunan, Ph.D. (Indonesia), Asri Saraswati, Ph.D. (Indonesia) dan Dr. Liem Satya Limanta (Indonesia).
Dalam dunia yang terhubung secara digital saat ini, media memainkan peran yang semakin kuat dalam semua aspek kehidupan, dari yang pribadi hingga yang publik. Ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber (mis)informasi tetapi juga sebagai pendorong untuk jaringan, transformasi sosial, dan manifestasi politik. Saat demokrasi di mana-mana saat ini terombang-ambing antara kekuatan populisme dan otoritarianisme, International Conference ini bertujuan untuk merefleksikan secara kritis bagaimana berbagai platform media, aktor, pengguna, dan praktik bernegosiasi atau campur tangan dengan struktur dominan yang selalu menjadi sarang perjuangan kekuasaan di antara berbagai kekuatan dan kepentingan yang berbeda.
Populisme merujuk pada berbagai sikap politik yang mempertentangkan gagasan “rakyat” dengan “elit”. Ini adalah sebuah ideologi yang mempresentasikan “rakyat” sebagai kekuatan yang secara moral baik, yang berlawanan dengan “elit”, yang digambarkan sebagai korup dan mementingkan diri sendiri. Ernesto Laclau mendefinisikan populisme sebagai kekuatan sosial yang membebaskan di mana kelompok-kelompok terpinggirkan menantang struktur kekuasaan yang dominan. Populisme juga dapat didasarkan pada kelas, etnis, atau garis nasional dan sering kali dikombinasikan dengan ideologi lain, seperti nasionalisme, sosialisme, dan liberalisme.
Selama beberapa tahun terakhir, populisme otoriter telah muncul di berbagai belahan dunia. Sebagian besar, jika tidak semua, kelompok populis otoriter telah berkuasa dengan mengklaim mewakili kehendak rakyat dan membagi masyarakat umum menjadi kelompok yang antagonis dan simpatik. Tren populisme otoriter ini mencakup berbagai negara kuat di dunia, banyak di antaranya adalah demokrasi. Selain itu, ia memiliki dukungan luas di kalangan masyarakat masing-masing negara.
Pergeseran global menuju populisme otoriter adalah hasil dari kegagalan globalisasi. Ketika janji-janji pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak terwujud, globalisasi justru mengakibatkan deindustrialisasi, mempercepat ketidaksetaraan, dan restrukturisasi ekonomi yang dramatis, ketidakstabilan politik, serta meningkatnya nasionalisme. Tren ini semakin intensif selama dan setelah krisis keuangan 2008, membuat banyak populasi di seluruh dunia merasa tidak puas dengan tatanan dunia (https://sites.google.com/petra.ac.id/mediacon/home).