FisipUPNVJ – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPN “Veteran” Jakarta) bersama dengan berbagai stakeholder menggelar Seminar Nasional bertajuk Daya Kritis Masyarakat Tangkal Hoaks, pada hari senin, 22 September 2024, seminar ini dihadiri oleh mahasiswa program studi S1 dan S2 yang berada di bahwa FISIP UPN “Veteran” Jakarta dari jam 09.00 sd 12.00. Seminar ini diadakan untuk merespon fenomena hoaks dan fake news yang saat ini semakin menjamur di era post truth.
Seminar yang dilakukan secara daring ini dihadiri oleh empat narasumber dari empat instansi yang berbeda yakni Dr. Munadhil Abdul Muqsith, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN “Veteran” Jakarta, Dr. Syahrul Salam, selaku Direktur Lembaga Pengkaji Kebijakan Stategis Indonesia (LPKSI), Tuty Ocktaviany selaku Wakil Pimpinan Redaksi Okezone.com, dan Nachnoer Vernier A. Arss, S.Si., M.A.P. selaku Lurah dari Kelurahan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Kolaborasi multi instansi atau “pentahelix” ini menjadi bertujuan untuk dapat merumuskan solusi yang lebih holistik untuk persoalan terkait dengan hoaks dan fake news.
Seminar dibuka oleh sambutan dari Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, FISIP UPN “Veteran” Jakarta, Musa Maliki, Ph.D. yang menekankan pentingnya seminar ini di era post truth yang penuh dengan berita palsu.
“Kegiatan pentahelix ini sangat penting mengingat masyarakat saat ini tidak bisa dipisahkan dari dunia digital yang tidak lepas dari berita-berita yang tidak benar. Saat ini kita memasuki era post truth dan hyperreality yang membuat kita sulit membedakan antara kebenaran nyata atau yang dibuat-buat,” ungkap Musa Maliki, Ph.D.
Mengutip dari Asosiasi Penyedia Jasa Internat Indonesia (APJII), Dr. Ana Sabhana A. selaku moderator dari kegiatan ini menambahkan bahwa pada tahun 2024 pengguna internet di Indonesia telah mencapai 221.563.479 jiwa dengan pengguna utama adalah Gen Z dan Milenial. Tentu saja apabila tidak terbekali dengan literasi digital yang cukup, masyarakat hanya akan menjadi sasaran empuk untuk penyebaran informasi yang tidak benar.
Acara kemudian dilanjutkan oleh para narasumber. Dr. Syahrul Salam, sebagai pembicara pertama menegaskan bahwa saat ini banyak masyarakat memproduksi dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar. Ia menambahkan “persoalannya adalah saat ini terdapat agenda tak kasat mata yang perlahan mempengaruhi masyarakat. Apabila tidak diwaspadai dan diantisipasi hal tersebut akan menjadikan gejolak dalam kehidupan sosial kita.”
Diskusi dilanjutkan oleh pembicara kedua, yatu Dr. Munadhil Abdul Muqsith, Ph.D yang menyampaikan tema Masyarakat Informasi dan Hoaks. Menurut Dr. Munadhil fenomena fake news bukanlah fenomena baru. “fake news sudah tercatat sejak masa sebelum era printing. Saat itu Octavianus memanfaatkan berita palsu untuk menjadi pemimpin kekaisaran Romawi,” ungkap Dr. Munadhil. Fake news terus hadir sesuai dengan zamannya. Ia mengikuti perkembangan teknologi. Namun apapun bentuknya, hasil dari fake news selalu sama, yaitu opini publik yang termanipulasi.
Lebih jauh, Dr. Munadhil juga menjelaskan bahwa media saat ini menjadikan kita terjebak dalam filter bubble dan eco chamber yang mengurung masyarakat dengan preferensi yang mereka punya. Hal ini membuat pengguna media sosial terjebak pada prespektif tunggal yang cenderung bias.
Tidak sampai di situ, hal lain yang juga disinggung oleh Dr. Munadhil adalah tipologi dari fakenews. Menurutnya, tipologi dari fake news meliputi misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Misinformasi merupakan konten palsu yang disebarkan oleh orang yang tidak mengetahui bahwa berita tersebut dalah berita palsu, sementara disinformasi merupakan informasi palsu yang disebarkan secara sengaja untuk menyesatkan. Disinformasi biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Malinformasi, adalah informasi yang sebenarnya sesuai fakta namun disebarkan untuk menyesatkan dan menciptakan kebingungan. “Tipologi ini, mulai dari misinformasi, malinformasi, dan disinformasi, bisa terlihat jelas digunakan pada isu genosida Israel ke Palestina,” pungkasnya.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Lurah dari Kelurahan Pondok Labu, Vernier yang memulai pemaparanya dengan mengungkapkan ciri-ciri hoaks, diantaranya adalah berjudul bombastis, mengandung kalimat ajakan untuk menyebarkan Kembali sebuah informasi, tidak menyertakan sumber informasi yang jelas, too good to be true, dan too bad to be true, link URL tidak jelas, dan isi konten tidak saling menyambung.
Lebih lanjut, pria kelahiran Bogor tersebut juga menjelaskan bahwa saat ini menyebarkan hoaks dapat terjerat sanksi hukum, mulai dari UU no 1 th 1946, UU no 40 th 2008, UU no 1 th 2024, dan SE kapolri no 6/X/2005. Vernier juga mengungkapkan bahwa untuk meminimalisir penyebaran hoaks di wilayahnya, aplikasi khusus penangkal Hoaks telah tersedia. “Di wilayah DKI Jakarta terdapat aplikasi Bernama JALA HOAX atau Jakarta Lawan Hoaks yang dikelola oleh Dinas Keminfo DKI Jakarta,” tuturnya.
Jala hoaks merupakan media informasi dan klarifikasi fakta pemberitaan dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk melaksanakan pengelolaan informasi publik yang sehat dan positif. Alur kerja Jala Hoaks dimulai dari aduan masyarakat tentang suatu berita, kemudian proses pemeriksaan fakta, verifikasi dan pembuatan konten klarifikasi. Konten klarifikasi ini kemudian disebarkan ke masyarakat melalui kanal-kanal Jala Hoaks. “Untuk efektivitas, Jala Hoaks menerima aduan lewat WA, IG, dan Website,” pungkas Vernier.
Pembicara terakhir, Tuty Octaviany, selaku redaktur OkeZone.com menambahkan bahwa mudahnya penyebaran hoaks di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tingkat Pendidikan yang belum merata. “Persoalan ini menjadi akar dari rentannya masyarakat kita termakan hoaks”. Tuty yang juga merupakan mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jakarta tersebut kemudian memberikan kiat-kiat untuk mengenali berita hoaks, utamanya yang tersebar lewat media sosial.
“Pastikan bahwa akun tersebut bukan akun anonym, lalu periksa sumber berita, verifikasi kredibilitas sumber, cek sumber pendukung, bandingkan dengan sumber lain, dan tinjau juga gaya bahasanya.”
Seminar ini juga menyediakan ruang untuk tanya jawab. Reva, mahasiswa pasca sarjana Ilmu Politik misalnya, menanyakan mengapa kebanyakan berita palsu saat ini berkaitan dengan politik. Pertanyaan ini dijawab oleh Dr. Syahrul dengan mengatakan bahwa politik lekat dengan kekuasaan, dan untuk memenangkan kontestasi, perlu dilakukan beragam cara, salah satunya adalah menjatuhkan citra lawan lewat berita-berita bohong.
Seminar yang berlangsung selama hampir dua jam tersebut ditutup dengan penyerahan sertifikat secara virtual dari moderator Seminar, Dr. Ana kepada seluruh narasumber seminar serta foto bersama sebagai bentuk dokumentasi.