FISIP UPNVJ – Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Dr. Anter Venus, MA.Comm mengatakan pelindungan data pribadi harus menjadi perhatian seluruh pihak, baik individu sebagai pemilik data pribadi maupun pengelola data maupun pemerintah.
“Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengembangkan literasi masyarakat terhadap arti penting data pribadi. Sebagian orang mungkin sudah terliterasi sehingga setidaknya bisa melindungi data pribadinya, tetapi masih banyak yang belum terliterasi,” kata Rektor dalam Seminar Nasional Mahasiswa FISIP ”UPN” Veteran Jakarta ”Perlindungan Data Pribadi dalam Konteks Nasional, Regional, dan Global” di Laboratorium Diplomasi FISIP UPN “Veteran” Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Rektor mengatakan masih banyak individu yang belum menyadari risiko yang dihadapi bila terlalu mudah memberikan data pribadi. Apalagi, di era digital saat ini masyarakat kerap kali harus memberikan data pribadi untuk dapat mengakses layanan publik, misalnya perbankan, bahkan media sosial.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga membuat masyarakat saat ini hidup di dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Pelindungan data pribadi di dunia nyata relatif bisa dilakukan oleh masing-masing individu secara mandiri.
“Namun, data pribadi di dunia maya masih banyak yang belum bisa melindungi. Padahal data pribadi itu akan mempengaruhi kehidupan kita tidak hanya di dunia maya, tetapi bahkan di dunia nyata. Data pribadi dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang,” tuturnya.
Sementara itu, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Muhammad Syafruddin mengatakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi merupakan undang-undang baru yang masih perlu aturan turunan. Selain itu, lembaga pengawas pelindungan data pribadi yang diamanat Undang-Undang tersebut juga belum terbentuk.
“Lembaga tersebut sangat penting. Jangan sampai nanti jadi tumpang tindih, antara pihak satu dengan pihak yang lain saling menyalahkan atau saling membenarkan,” katanya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan permasalahan konsumen yang paling banyak diadukan adalah terkait layanan keuangan, diantaranya terkait dengan pelindungan data pribadi.
“Pelindungan data pribadi di Indonesia masih belum terlalu menjadi perhatian beberapa waktu lalu. Di banyak negara, pelindungan data pribadi sudah menjadi perhatian sehingga banyak perusahaan kemudian memiliki chief privacy officer yang menjamin pelindungan data pribadi konsumen,” jelasnya.
Sudaryatmo mencontohkan Singapura yang sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sejak 2012 dan efektif berlaku sejak 2 Juli 2014. Denda terhadap pelanggaran Undang-Undang itu bahkan sampai 1 juta dolar Singapura.
Contoh kasus yang pernah terjadi adalah saat terjadi kasus pelanggaran data pribadi yang dilakukan IHIS dan Singhealth pada 2018. IHIS sebagai rekanan dari Singhealth memperoleh data pribadi peserta jaminan kesehatan, tetapi kemudian terjadi kebocoran data pribadi yang dilakukan IHIS.
“IHIS dan Singhealth kemudian sama-sama didenda. Mereka mengakui kesalahan dan meminta maaf. Kasus serupa pernah terjadi saat data penumpang salah satu maskapai penerbangan bocor, tetapi pihak maskapai sama sekali tidak meminta maaf justru menempatkan diri sebagai korban karena kebocoran data dilakukan rekanan perusahaan penyedia layanan,” katanya.
Manajer Kebijakan Publik Meta untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan Timor Leste Noudhy Valdryno mengatakan permasalahan kerahasiaan data pribadi mmenjadi perhatian serius bagi Meta yang memiliki sejumlah platform digital yang banyak digunakan di Indonesia, seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
“Literasi memang menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Setiap kali masyarakat menggunakan aplikasi digital, sebenarnya ada privacy policy yang harus disetujui. Namun, apakah privacy policy tersebut dibaca?” katanya.
Terkait dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, Noudhy mengatakan memiliki sejumlah implikasi terhadap individu-individu pemilik data pribadi. Dalam Undang-Undang tersebut individu pemilik data pribadi disebut sebagai subjek data pribadi.
Menurut Undang-Undang tersebut, subjek data pribadi memegang kendali penuh atas data pribadinya sendiri dan setiap pemrosesan data pribadi harus dilakukan atas persetujuannya.
“Subjek data pribadi dapat menggugat setiap pelanggaran atas pribadinya dan berhak atas ganti rugi atas pelanggaran terhadap data pribadi. Undang-Undang tersebut sudah mengatus sanksi administratif maupun pidana atas pelanggaran data pribadi,” jelasnya.
Pelaksana Tugas Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jakarta Dr Kusumajanti, M.Si mengatakan Seminar Nasional Mahasiswa diadakan sebagai sarana mahasiswa untuk mendiseminasikan penelitian yang dilakukan saat mengerjakan tugas akhir.
“Tugas akhir dan seminar nasional mahasiswa menjadi salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa. Seminar nasional mahasiswa kali ini mengangkat tema tentang pelindungan data pribadi karena menjadi perhatian banyak pihak, terutama setelah disahkan menjadi undang-undang,” katanya.